Minggu, 08 Mei 2011

ANALISIS KRITIK SASTRA NOVEL MENGAKU RASUL KARYA OLLIE: KAJIAN ORIENTASI SASTRA

1. Latar Belakang
Kehidupan tak luput dari sebuah keindahan. Keindahan penciptaan baik dari maha karya maupun manusia seutuhnya. Keindahan sering disebut seni yang merujuk pada kesusastraan. Sastra sendiri pun demikian memperlihatkan keindahan asli karyanya. Dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang tertuang dalam bentuk tulisan. Selain itu, karya sastra juga memberikan kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran itu sehingga dari karya sastra tersebut dapat kita peroleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam yang mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan. (Aminudin dikutip Mukmin, 2008: 8).
Kemudian, Sastrowadoyo (1989: 18) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan penjaga keselamatan moral yang dijujung tinggi oleh masyarakat pada umumnya karena di dalamnya mengandung hikmah, kompleksitas kehidupan manusia, seperti nilai kehidupan, persoalan kehadiran dan kematian manusia, serta pengungkapan kegelisahan dan kecemasan. Jadi, karya sastra adalah bentuk tulisan yang dirangkai berdasarkan keindahan-keindahan kata yang digunakan serta memiliki pengetahuan dan gambaran kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat pada umumnya karena mengandung hikmah serta nilai kehidupan.
Karya sastra tidak terlepas dari daya imajinasi dan daya kreasi pengarang. Imajinasi pengarang lebih merujuk pada lamunan dan hayalan sedangkan kreasi atau kreatifitas lebih pada penciptaan karya sastra itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Yulina (dikutip Mukmin, 2008: 10), pengarang dapat mengungkapkan berbagai realita kehidupan yang terjadi di lingkungan masyarakat sehari-hari baik itu kehidupan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, dan manusia dengan tuhannya.
Salah satu bentuk dan jenis karya sastra yaitu novel. Novel merupakan karya sastra modern yang penceritaan yang kisah si tokoh utama mengalami perubahan nasib. Novel yang banyak beredar saat ini yaitu novel pembangun jiwa seperti novel yang mangangkat tema tentang pendidikan. Seperti halnya titralogi novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov karya Adrea Hirata. Selain itu novel karya Habirrahman El-Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta, dan Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Selanjutnya, ada novel yang mengangkat tema tentang agama. Salah satunya ialah novel Mengaku Rasul. Walaupun banyak novel yang diangkat dalam film layar lebar, akan tetapi novel ini malah sebaliknya. Novel ini adalah adaptasi film Mengaku Rasul.
Penganalisisan sebuah karya sastra dapat menggunakan berbagai metode analisis. Di antaranya ialah berdasarkan orientasi sastra, estetika resepsi, dan estetik dan ekstraestetik. Satu di antara ketiga metode analisis tersebut, penulis memilih menggunakan orientasi sastra. Orientasi sastra yang dikemukakan di sini yakni melihat pada teknik pragmatik, objektif, mimetik, dan ekspresif. Teknik-teknik analisis tersebut merupakan bagian dari interpretasi karya sastra. Secara detail mengungkapkan orientasi sastra pada novel yang akan dikaji.
Objek pengkajian karya sastra pada makalah ini ialah novel Mengaku Rasul. Hal ini karena penulis tertarik mengkaji novel yang bertemakan agama. Terutama yang mengangkat permasalahan yang ada pada kehidupan saat ini. Sedangkan alat analisis yang digunakan ialah berdasarkan orientasi sastra. Penulis ingin mengetahui bagaimana interpretasi terutama halnya dalam ruang lingkup pragmatik, objektif, mimetik, dan ekspresif pengarang dalam menggambarkan ceritanya. Kemudian, ingin melihat pula bagaimana sesungguhnya kreadibilitas novel ini apabila dilihat dari analisis karya sastra dan penilaian terhadap karya sastra.
Analisis karya sastra ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umumnya, dan pelajar khususnya. Hal ini agar pembaca dapat menginterpretasi karya sastra dengan melihat orientasi sastra yang melekat pada karya sastra itu. Selanjutnya, dapat memberikan penggambaran terhadap unsur-unsur instrinsik karya sastra terutama novel Mengaku Rasul.






2. Sinopsis Novel Mengaku Rasul
Judul: Mengaku Rasul
Penulis: Ollie
Penerbit: Gagasmedia
Tahun Penerbit: 2008
Cetakan: Juni 2008
Jumlah halaman: 140 halaman
Cover: Putih, hitam, dan hijau tua
Gambar cover: satu perempuan berjilbab putih, dan satu laki-laki berkalungkan sorban.
Ukuran: 25 x 15 cm
Desain cover: Michael Tju
Penulis Skenario Film: Taufik Daraming Tahir dan Helfi Kardit
Editor: Gita Romadhona
Sebuah novel adaptasi naskah film Mengaku Rasul oleh Taufik Daraming Tahir dan Helfi Kardit

MENGAKU RASUL
Seorang perempuan yang bernama Rianti hidup di lingkungan keluarga keras. Orangtua yang melarang keras apabila anak gadisnya berpacaran dengan laki-laki yang tidak benar. Rianti yang saat itu sedang memadu kasih dengan seorang anak band terkenal bernama Ajie, terpaksa terganggu karena orangtuanya tak merestui hubungan kasih antarmereka berdua. Pria yang didambakan sebagai pasangan hidupnya itu memiliki kepribadian liar. Cara berpakaian yang sembrono dan tidak mengikuti aturan-aturan syariat.
Rianti nekat dan terus melanjutkan hubungan kasihnya bersama Ajie. Hingga pada suatu hari, mereka ketahuan oleh orangtua Rianti dan akhirnya terjadi pertengkaran hebat dalam keluarga itu. Rianti tetap bersikukuh memilih Ajie sebagai kekasihnya karena baginya pria yang dipilihnya itu sangat baik tidak seperti yang dikatakan ayahnya. Pertengkaran hebat tersebut membuat Rianti memilih jalan lain yaitu menemui Ajie dan memintanya untuk membawanya lari.
Ketika ia berada di depan rumah Ajie, dilihatnya Ajie sedang bermesraan bersama wanita lain. Melihat itu, hati Rianti panas dan akhinya pergi meninggalkan tempat itu. Dari kejahuan Ajie melihat Rianti berjalan melintasi depan rumahnya dan secara tak sadar dia menghampiri Rianti dan meminta maaf lalu menjelaskan bahwa itu semua adalah jebakan wanita itu saja.
Rianti pergi tak tahu kemana arah yang dituju. Akhirnya, ia berada di sebuah padepokan yang di dalamnya terdapat banyak orang yang mempelajari agama secara mendalam. Kemudian, Rianti tertarik untuk masuk ke dalam padepokan tersebut, selanjutnya dia tinggal menetap di padepokan itu dengan tujuan untuk mempelajari agama.
Padepokan tersebut dipimpin oleh Guru Samir yang mengakui dirinya adalah Rasul terkahir Allah degan berbagai argumen dan khutbahnya yang menceritakan bahwa dia telah mendapat wahyu dari Allah. Di samping itu pula ada teman Guru Samir (back upnya) yaitu Ki Baihaqi. Ki Baihaqi berperawakan tua dan bertongkat.
Di tempat itu, Rianti telah banyak belajar agama yang diperdengarkannya dari beberapa khutbah Guru Samir. Ia melihat Guru Samir seperti orang suci dan terpandang yang memang utusan Allah swt. Ia sangat menghormati Guru Samir. Guru Samir sendiri memiliki lima istri, yang masing-masing istrinya tidak diurusnya dengan baik. Kebejatan perilaku Guru Samir membuat para pengikutnya semakin percaya padanya.
Pengikut-pengikutnya banyak dari golongan PSK, pencuri, dan pelaku kriminal lainnya. Guru Samir menampung mereka dan menjanjikan syurga bagi mereka yang mau menebus dosanya dengan membayar uang pangkal apabila ingin ikut menjadi anggota padepokan. Selain itu, ia memiliki aturan pembuatan serifikat bagi yang ingin belajar agama di sana. Di mana-mana, Guru Samir berkhutbah dengan membenarkan bahwa dia memiliki ilmu dan mukjizat yang datang dari Allah.
Sedangkan, orangtua Rianti cemas bahwa anaknya pergi entah kemana. Dan akhirnya mereka menemui Ajie dan memintanya untuk mencari Rianti agar bisa pulang kembali, karena hanya Ajie yang bisa membawa pulang anak semata wayang mereka. Kemudian, Ajie menyusul Rianti dan menemukannya di sebuah padepokan aneh baginya.
Ketika memasuki padepokan tersebut, Ajie telah merasa aneh dan heran. Ada beberapa hal yang menurutya tidak masuk akal. Orang mau belajar agama saja harus membayar mahal dan memilih dua pilihan yaitu belajar agama ala kadarnya atau yang pakai sertifikat dan dijamin masuk syurga. Walaupun ia tidak megetahui agama secara mendalam, akan tetapi ia tahu dasar-dasar agama. Menurutnya, tidak ada nabi terakhir kecuali nabi Muhammad.
Keanehan demi keanehan kembali dilihatnya di tempat itu. Ketika Guru Samir mengajak santriwatinya ke rumah tirakat hanya berdua, dan melakukan hubungan seksual di tempat itu. Kemudian, Guru Samir yang seolah berwujud dua dan berada pada tempat berbeda dalam waktu yang sama. Pikirannya kini tidak untuk mengajak Rianti pulang, akan tetapi ia ingin mengungkap semua keanehan di padepokan itu.
Kejadian mengejutkan ketika murid yang diajak ke rumah tirakat tempo dulu, mengaku kepada orangtuanya bahwa ia hamil dan Guru Samir pelakunya. Lalu, Guru Samir diadili oleh penduduk kampong karena telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Namun, Guru Samir tidak mengakui perbuatannya itu malah ia menantang warga dengan memotong tangannya sendiri dan memperlihatkan kepada semua warga bahwa ia memiliki mukjizat, lalu hal itu ia lakukan setelah dilihat, tangannya tidak apa-apa.
Ajie semakin geram melihat tingkah laku Guru Samir. Kemudian dia mengajak Reihan (anak tiri Guru Samir) untuk mengungkap semuanya. Dia membakar rumah tirakat Guru Samir yang pada saat itu murid padepokan sedang mendengarkan khutbah Guru Samir. Akhirnya, rumah tirakat tersebut terbakar dan hangus tinggal bangkai. Namun, ketika itu Rianti pun ikut dalam korban kebakaran. Ajie membawa pulah Rianti ke rumah sakit.
Selang beberapa waktu Guru Samir yang telah mati terbakar itu muncul di tengah-tengah warga. Warga terperangah dan semakin percaya kepada Rasul palsu itu. Ajie kembali geram melihatnya. Bersikeras Ajie dan Reihan membongkar aib Guru Samir dan ibu Reihan menyuruh rianti menikahi Guru samir untuk menyiasati rencana mereka. Ketika malam pengantin Rianti menusukkan pisau ke tubuh Guru Samir dan sekejab itu sesosok tubuh yang mengaku rasul terakhir itu mati di tangan Rianti. Sementara Ajie dan Reihan kembali mencari bukti-bukti dan terungkap sudah bahwa Guru Samir yang dipotong tangannya itu adalah saudara kembarnya sendiri yaitu Ki Baihaqi, kemudian yang mati terbakar itu adalah Ki Baihaqi. Sedangkan yang mati di tangan Rianti adalah Guru Samir. Ki baihaqi rela mengorbankan nyawanya demi keinginan dan cita-cita saudara kembarnya sendiri.

3. Interpretasi Novel Mengaku Rasul
3.1 Kritik Mimetik
3.1.1 Kebiasaan Lingkungan Liar
Lingkungan liar dicirikan dengan berbagai pola hidup seperti dunia malam, gaya berpakaian yang serba minim atau bahkan sembrono dengan memakai berbagai aksesoris aneh. Selain itu, gaya hidup bebas antara laki-laki dan perempuan. Dalam novel Mengaku Rasul terdapat beberapa kebiasaan atau adat serta gaya hidup sembrono tercermin dalam kutipan-kutipan berikut.
“Seorang laki-laki dengan dandanan metal berdiri tak jauh dari pasangan paruh baya itu. Wajahnya pun terlihat kalut, tetapi berusaha mati-matian menahan emosi.” (MR: 8)

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Ajie merupakan anak band rock yang memiliki dandanan metal. Gaya dandanan seperti ini dapat kita lihat di beberapa tempat yaitu di bar, diskotik, dan tempat hiburan musik lainnya. Dandanan metal memang sejatinya mencerminkan tingkah laku yang tidak baik, serta tak pantas untuk ditiru. Banyak sang idola penyanyi yang memiliki dandanan aneh seperti ini, terutama anak ABG atau remaja yang baru dan masih dikatakan labil. Selain itu, dandanan metal juga dicirikan atas berbagai mode seperti pada kutipan dibawah ini.
“Dengan salah tingkah, Rianti memandangi wajah laki-laki dengan kulit kecoklatan itu. Senyumnya iseng, anting-anting tergantung di kedua telinganya, kausnya bergambar lambang band rock yang tidak dipahami Rianti, celana jeans-nya sobek-sobek dan lusuh, gambar tato ular naga menyembul dari balik lengan kausnya. Sungguh, melihat semua itu, Rianti ingin cepat-cepat melarikan diri. Ia tahu bahwa dirinya sedang diincar dan ia tidak ingin tercebur dalam masalah. Perempuan itu segera membalikkan badannya.” (MR: 12)

Telah jelas diperlihatkan pada kutipan di atas bahwa dandanan metal memiliki berbagai mode dan bentuk seperti memakai anting-anting di kedua telinganya, kaus yang bergambar lambang band rock, celana jeans yang sobek-sobek dan lusuh, gambar tato ular naga menyembul dari balik lengan kausnya. Dari beberapa ciri seperti ini menunjukkan bahwa anak band mayoritas memakai aksesoris aneh dan seperti aksesoris wanita. Misalnya seorang laki-laki yang memakai anting-anting yang seharusnya hanya wanita saja yang memakai aksesoris seperti itu. Kemudian memakai jeans yang lusuh dan sobek-sobek, terlihat seperti laki-laki urakan dan tidak melihat kerapian berpakaian. Berpakaian serba asal-asalan. Selanjutnya menggunakan tato ular naga di lengan atas Ajie. Tato tersebut seringkali kita lihat di kehidupan sehari-hari. Tato yang dipakai oleh beberapa preman di pasar atau bahkan rentenir yang gagah perkasa perawakannya. Banyak juga anak band urakan yang memakai seperti itu, yang mencirikan bahwa itu adalah lambang metal. Selain dandanan metal, kehidupan liar juga dicirikan dengan pakaian yang serba minim, seperti pada kutipan di bawah ini.
“Seorang perempuan cantik berambut panjang, dengan celana super pendek yang seksi, bersandar di tembok. Ia memperhatikan Ajie sambil membolak-balik halaman majalah perempuan dengan malas. Wajahnya merengut, sedikit bete karena tidak dipedulikan Ajie sejak tadi.” (MR: 18)

Wanita yang memakai pakaian minim seperti terlihat pada kutipan tersebut yaitu seorang perempuan cantik berambut panjang, dengan celana super pendek yang seksi, bersandar di tembok juga dapat dikatakan adat kebiasaan kehidupan liar. Kebebasan berpakaian yang serba terbuka seringkali tidak mengikuti kaidah syariat agama yang telah ditetapkan. Kebiasaan tersebut yang sering memicu terjadinya sebuah perzinaan dan pemerkosaan. Hal seperti itu sering terlihat tidak hanya di kehidupan liar saja, akan tetapi di kehidupan sehari-hari juga seringkali menampakkan hal-hal seperti itu. Hanya menutup bagian terpenting saja dan membuka seluas-luasnya yang boleh dibuka. Itu semua pengaruh kehidupan barat yang secara bebas dan sadar melakukan hal yang tak baik seperti itu. Perilaku tersebut mencerminkan hal yang dilarang baik secara hukum maupun agama yang juga dapat menimbulkan efek negatif untuk perbuatan lainnya. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Ajie yang kesal sudah tidak menanggapi rengekan Widya lagi. Ia menganggap Widya tidak ada dalam ruangan itu. Ia berdiri dan setengah membungkuk untuk memeriksa drumnya. Melihat itu, Widya menjadi buas seperti buaya yang diberi daging. Ia langsung menerkam Ajie, memeluknya erat-erat dari belakang.” (MR: 19)

Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang juga bebas ini memicu perbuatan yang tidak baik terlihat pada kutipan tersebut bahwa “Ia langsung menerkam Ajie, memeluknya erat-erat dari belakang.” Seolah tidak ada batasan antara pergaulan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut juga diperlihatkan kembali pada kutipan di bawah ini.
“Sarap lo! Jangan gini dong!” Ajie terus berusaha melepaskan diri. Dia berdiri, namun, cakar Widya seakan-akan semakin menancap ke tubuh Ajie. Ia memeluk tubuh Ajie mesra dan tertawa-tawa senang. Sekarang Ajie dan Widya seperti pasangan baru yang sedang mesra-mesranya memadu kasih.” (MR: 19)

Kutipan seperti pada kalimat “Dia berdiri, namun, cakar Widya seakan-akan semakin menancap ke tubuh Ajie. Ia memeluk tubuh Ajie mesra dan tertawa-tawa senang. Sekarang Ajie dan Widya seperti pasangan baru yang sedang mesra-mesranya memadu kasih.” Telah jauh melenceng adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Hal itu pun telah mengakibatkan terjadinya perzinaan yaitu melakukan hubungan suami istri antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Selain itu, dampak selanjutnya ialah berkata tabu dan berperilaku seperti wanita nakal dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Najis!” Rianti mendesis penuh kemarahan. Ia mendorong Ajie dengan kasar dan berjalan terseok-seok menuju jalan raya. Ajie memegang pipinya yang baru saja ditampar. Rianti pasti marah sekali. Ajie menatap kea rah studio dengan kesal. Di sana Widya sedang menghisap rokoknya dengan santai. Ajie menggeram. Ia benar-benar akan mengusir Widya kali ini, dan seterusnya.” (MR: 22)

Wanita yang merokok, seperti perilaku yang semestinya dilakukan oleh laki-laki. Hal ini karena akan banyak dampak yang ditimbulkan. Seperti itulah kehidupan liar yang adab pergaulan dari berpakaian hingga kebiasaannya cendrung bebas dan tak terkendali.

3.1.2 Kebiasaan di Lingkungan Agama Islam
Kumpulan para santri erat kaitannya dengan lingkungan agama terutama agama Islam. Novel Mengaku Rasul ini terdapat kebiasaan dan adab pergaulan pada lingkungan agama, walaupun cerita dalam novel ini melenceng dari syariat Islam yang sesungguhnya akan tetapi terdapat beberapa kebiasaan secara umum di lingkungan agama lumrahnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Rianti merapikan kerudung putihnya dan mengangkat tangan. Ia bimbang dan tak ingin durhaka kepada kedua orangtuanya.” (MR: 34)

Kebiasaan memakai kerudung pada wanita muslim merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal ini karena sesuai dengan pedoman al-Qur’an bahwa terdapat kewajiban menutup aurat. Aurat wanita yang hanya kelihatan ialah muka dan telapak tangan, selebihnya wajib ditutup. Hal ini cendrung berbeda dengan kebiasaan wanita di lingkungan liar. Mereka memakai pakaian secara sembrono, yang ditutupi hanya bagian-bagian penting saja. Selanjutnya, terdapat ciri lain yaitu mengucapkan salam ketika bertemu dengan saudara sesama muslim. Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Assalamualaikum,” Guru Samir menyapa Marni sambil tersenyum. Senyum khas dengan tarikan di ujung bibirnya.” (MR: 38)

Walaupun isi cerita novel ini melanggar syariat Islam, akan tetapi masih ada kebisaan-kebiasaan mengucapkan salam terhadap sesama muslim. Ini sering juga terlihat di lingkungan pondok pesantren dan lingkungan yang memiliki ajaran agama yang kuat. Selain mengucapkan salam, shalat jamaah merupakan hal yang lumrah di kehidupan masyarakat beragama Islam. Dapat dilihat seperti pada kutipan di bawah ini.
“Allahu Akbar…” Pak Winangun berdiri memimpin shalat zuhur berjamaah. Bu Winangun mengikuti dengan khidmat di belakangnya.” (MR: 47)

Kebiasaan shalat berjamaah sering dilakukan masyarakat yang beragama Islam. Ini terlihat pada kalimat “Shalat zuhur berjamaah dan Bu Winangun mengikuti khidmat di belakangnya.” Kutipan tersebut menyebutkan bahwa Pak Winangun menjadi imam dan Bu Winangun menjadi ma’mumnya. Kemudian, cara berpakaian pada laki-laki pun tidak seperti pada kehidupan liar. Mereka memakai baju koko dan terkadang gamis panjang. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Gayanya yang metal, dengan kalung tengkorak, anting-anting, kaus dan celana jeans yang sobek-sobek tentu saja sangat kontras jika dibandingkan dengan para murid yang menggunakan gamis atau baju koko yang rapi.” (MR: 52)

Sangat kontras berbeda apabila dibandingkan dengan kehidupan liar. Laki-laki muslim memakai pakaian yang cendrung rapi dan enak dipandang. Sedangkan laki-laki metal memakai aksesoris wanita dan pakaian yang terlihat amburadul dan tak teratur.



3.2 Kritik Pragmatik
Novel Mengaku Rasul karya Ollie mengkisahkan rasul palsu yang bernama Guru Samir di sebuah perkampungan dan mendirikan padepokan tempat menimba ilmu agama. Ollie mampu membuat pembaca menginterpretasi bagaimana Rasul palsu yang kini sedang marak-maraknya terjadi. Di novel tersebut dikisahkan bahwa Guru Samir mengungkapkan sebuah argumen yang dapat mempengaruhi orang lain untuk masuk ke dalam alirannya. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Akulah pembawa peringatan dan akulah yang akan mengubahnya menjadi berita gembira. Akulah rasul yang akan meniupkan hujan. Menghancurkan dinding-dinding kepedihan dan merobohkan kesengsaraan.” (MR: 3)

Ollie mampu menyihir pembaca dan memberikan sebuah pelajaran kepada pembaca bahwa terdapat beberapa ciri-ciri rasul palsu. Bahasa lugas yang dipakai Ollie dalam mendeskipsikan tiap cerita membawa rasa keingintahuan pembaca untuk melanjutkan bacaannya. Selain itu, pembaca seolah dibuat penasaran akan ending dari cerita ini. Hal ini terlihat ketika tokoh Ki Baihaqi yang ditunjukkan sebagai parthner Guru Samir seakan disamarkan dan hanya Guru Samir saja yang menjadi Rasul palsu itu.
Novel adaptasi film Mengaku Rasul ini memberikan pelajaran kepada pembaca atas kehati-hatian terhadap siapa saja yang mengaku rasul pada jaman sekarang. Hal ini karena telah jelas dalam al-Qur’an diungkapkan bahwa,
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah maha mengetahui sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 40).

Ayat inipun dijelaskan dalam novel sederhana ini. Dapat disimpulkan bahwa ada pesan moral dalam cerita yang diungkapkan oleh Ollie, bahwa tidak ada Nabi dan Rasul yang terakhir selain Nabi Muhammas saw. Dan sesungguhnya Nabi Muhammaad saw adalah utusan Allah swt. Apabila ada orang yang mengaku bahwa dia adalah Rasul Allah swt, maka ia berdusta.

3.2 Kritik Ekspresif
Penulis muda, Ollie berusia 27 tahun ini termasuk pengarang yang inovatif. Hal ini karena Ollie telah menerbitkan beberapa novel bertemakan cinta dan agama. Novel-novel yang bertemakan cinta ialah berjudul Look! I’m on Fire dan Je Mappelle Lintang. Selain itu, novelnya yang berjudul Katakan Cinta adaptasi dari serial reality show Katakan Cinta. Novel pertama yang bernafaskan Islam pertamanya ialah ialah Finding Soulmate for Me. Selanjutnya, novel yang bertemakan Islam yaitu Mengaku Rasul.
Kehidupan sosial beragama dengan mengkaitkan kehidupan luar agama mencerminkan pengarang memiliki daya ide kreatif yang baik. Ketidakberdayaan sisi perempuan yang dijadikan objek pengarang sebagai gaya penceritaan membuat pengarang sedikit terkontraminasi ide kreasi yang semestinya ada namun disamarkan. Ini terlihat ketika awal Rianti sebagai gadis muda belia menjadi buas di akhir cerita. Namun, tak mustahil jikalau sesungguhnya sisi negatif perempuan dapat menjadi sebuah keberanian nyata.
Latar belakang pengarang dalam sisi keagamaan membuatnya memahami setiap kejadian dalam suatu dialog yang diungkapkan oleh penulis naskah pada film aslinya. Akibatnya, pengarang tidak mendapati kesusahan dalam menceritrakan kisah dengan gaya imajinasi yang cukup sederhana.
Kesederhanaan pengarang tanpa menunjukkan sedikit kreadibilitas kepenulisannya walaupun telah ada beberapa karya yang telah diluncurkan meskipun dalam hal ini hanya terdapat satu karya yang bertemakan agama. Ollie termasuk pengarang yang peka terhadap permasalahan agama di jaman sekarang. Sangat jarang ditemukan, penulis muda berbakat seperti ini dapat mengangkat tema klasik berkisar mengenai agama, khususnya agama Islam.
Apabila dicermati dari setiap kata yang diungkap Ollie, mengandung unsur persuasi yang dapat meyakinkan pembaca untuk tidak terpengaruh dengan hal yang sedang dihadapi saat ini. Keyakinan itu secara sadar akan timbul para diri pembaca, karena Ollie pintar mengolah kata dengan baik dan sederhana.


3.3 Kritik Objektif
Kritik objektif mengkaji tentang unsur-unsur instrinsik novel. Adapun unsur-unsur instrinsik novel Mengaku Rasul karya Ollie ialah:
1) Plot atau alur
Pada pengaluran cerita, Ollie menggunakan plot campuran yaitu plot maju (kronologis) dan plot mundur (flash-back). Hal ini terlihat pada bab pertama yang mengungkapkan bahwa Rianti telah dibawa ke rumah sakit sejak terjadi kebakaran di padepokan Guru Samir. Kemudian, bab dua diceritakan bahwa Rianti pertama kenal dengan Ajie dan bertengkar dengan orangtuanya kemudian meninggalkan rumah. Selanjutnya, diceritakan suasana yang terjadi di padepokan Guru Samir dengan berbagai keanehan kejadian yang dialami oleh Ajie. Pada puncak konflik yaitu pembakaran rumah tirakat yang dilakukan oleh Ajie dan Reihan yang kemudian membuat Guru Samir tewas. Lalu, penceritaan kembali pada cerita pada bab pertama yaitu ketika Rianti mengetahui bahwa Guru Samir sebenarnya tidak meninggal, kemudian ia kembali ke padepokan dengan kondisi badan yang masih sakit. Di akhir cerita, Ollie mengungkap semua rahasia si Guru Samir yang menjadi penyelesaian masalah padepokan.

2) Tokoh dan Penokohan
(1) Tokoh
Novel Mengaku Rasul ini memiliki beberapa tokoh yang terangkum dalam tokoh utama, tokoh sentral, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang ditampilkan terus-menerus dan diutamakan penceritaanya sehingga mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan kadar kemunculannya berhubungan dengan peristiwa atau kejadian yang dialami oleh tokoh utama.Tokoh utama yang termasuk ke dalam novel ini ialah Rianti. Kemudian, yang temasuk ke dalam tokoh sentral ialah Guru Samir dan Ajie. Sedangkan tokoh tambahan dalam novel ini ialah Reihan, Ki Baihaqi, Bu Winangun, Pak Winangun, Widya, Ramli, Marni, dan Saijah.

(2) Penokohan
Cara pelukisan tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi dapat menggunakan dua teknik yaitu teknik analitik dan teknik dramatik. Setelah melihat dan menindai bahwa novel Mengaku Rasul karya Ollie menggunakan teknik dramatik dalam melukiskan atau menggambarkan penokohan tokoh-tokoh dalam cerita. Pelukisan penokohan tersebut dapat di lihat seperti berikut ini.
a. Rianti
Tokoh Rianti adalah tokoh utama yang terdapat dalam novel Mengaku Rasul. Dalam gaya penceritaannya, Ollie mengisahkan tokoh Rianti sebagai perempuan yang memakai kerudung dan berpakaian sopan. Namun, hal ini diceritakan ketika Rianti berada di Padepokan Guru Samir. Hal yang memperkuat alasan tersebut yaitu seperti pada kutipan di bahwah ini.
“Rianti merapikan kerudung putihnya dan mengangkat tangan. Ia bimbang dan tak ingin durhaka kepada kedua orangtuanya.” (MR: 34)

Namun, sebaliknya dengan karakter yang dimiliki Rianti. Rianti memiliki karakter pribadi yang keras kepala, susah diatur, dan berani melawan orangtua kandungnya sendiri. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Bapak hanya menilai orang dari luarnya saja, belum tentu apa yang Bapak pikirkan tentang Ajie itu benar!” Rianti menukas kesal. Ia membuang muka ke samping, terlalu kesal untuk menatap Bapaknya.” (MR: 14)

Sifat dan karakter Rianti yang melawan orangtua kandungnya sendiri terlihat ketika dia dimarahi bapaknya atas hubungannya dengan Ajie. Dia memalingkan mukanya ketika ayahnya berbicara kepadanya. Itu juga menandakan bahwa Rianti adalah orang yang keras kepala. Hal ini tercermin pada kutipan di bawah ini.
“Ajie memaksa menjajari langkah Rianti, berusaha membuat perempuan itu berhenti dengan cara menghalangi langkahnya. Namun, dengan sengit, Rianti langsung melayangkan tangan sekeras-kerasnya ke pipi Ajie.” (MR: 22)
b. Ajie
Pelukisan tokoh Ajie, Ollie menggambarkan Ajie sebagai orang yang berpenampilan urakan, serta memakai pakaian sembrono. Berdandanan metal dan memakai aksesoris wanita. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Ajie menonton TV dengan resah dan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, Ajie memainkan tindik di lidahnya seperti kebiasaannya saat ia resah.” (MR: 28)

“Gayanya yang metal, dengan kalung tengkorak, anting-anting, kaus dan celana jeans yang sobek-sobek tentu saja sangat kontras jika dibandingkan dengan para murid yang menggunakan gamis atau baju koko yang rapi.” (MR: 52)

“Seorang laki-laki dengan dandanan metal berdiri tak jauh dari pasangan paruh baya itu. Wajahnya pun terlihat kalut, tetapi berusaha mati-matian menahan emosi.” (MR: 8)

Pada kutipan pertama, digambarkan bahwa aksesoris yang dipakai Ajie ialah tindik lidah. Kemudian pada kutipan kedua, digambarkan bahwa Ajie memakai berbagai aksesoris aneh serta pada kutipan selanjutnya Ajie adalah aanak metal. Dapat disimpulkan bahwa kepribadian Ajie adalah seorang yang memiliki pergaulan sembarang saja, dengan memakai dandanan metal dan berbagai aksesoris wanita. Namun, di samping kepribadian yang seperti itu, ia memiliki karakter yang baik. Walaupun penampilan yang urakan, akan tetapi Ajie adalah orang yang baik hati. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Sejak kenal dan dekat dengan Ajie, Rianti mengerti, meskipun penampilannnya metal dan sangat cuek, Ajie adalah laki-laki yang baik dan penuh perhatian.” (MR: 15)

Selain berhati baik, Ajie pun orang yang tidak mudah terpengaruh dengan hal yang baru ditemukannya. Walaupun, ia tidak memiliki dasar atas apa yang ia ketahui, akan tetapi ia tidak langsung saja terpengaruh dengan hal seperti itu. Hal tersebut tercermin dalam kutipan di bawah ini.
“Ajie makin terkesima. Tambah bingung, ingin tertawa, tetapi tak bisa. Sejak kecil ia diajarkan bahwa masuk syurga itu hanya diperoleh dengan usaha kita untuk berbuat baik dan meraih pahala sebanyak mungkin. Bukannya dengan membayar sejumlah uang dan pakai sertifikat segala. Apakah ini sertifikat yang dating dari akhirat dan dicap oleh Ridwan, malaikat penjaga syurga, serta ditembuskan kepada Allah swt? Semua terdengar ttidak masuk akal. Ajie menjadi curiga.” (MR: 55)

c. Guru Samir
Tokoh Guru Samir yang digambarkan Ollie ialah tokoh antagonis. Guru Samir berkepribadian buruk. Ia adalah orang yang sombong. Ingin selalu dihormati dan tidak mau di salahkan orang lain. Ia ingin terlihat baik di depan orang lain. Baginya, orang lain tidak ada baiknya, hanya dia saja yang terlihat suci dan terpandang. Ini terlihat pada kutipan di bawah ini:
“Guru Samir terlihat senang dihormati seperti itu. Hidungnya kembang kempis dan wajahnya menyeringai.” (MR: 30)

Selain berkepribadian sombong, Guru Samir juga selalu berprasangka buruk kepada orang yang dianggap baru baginya. Ia takut jikalau ada orang yang mau menghalang-halangi misi bejatnya itu. Ini terdapat pada kutipan di bawah ini.
“Aku curiga dengan anak itu!” Guru Samir melirik dingin pada Ki Baihaqi yang pandangannya masih mengikuti arah kepergiaan Ajie. “Aku merasa anak itu memata-matai kita.” Guru Samir tampak tegang. (MR: 86)

Kemudian, Guru Samir juga orang yang pemarah dan berkata kasar kepada orang lain. Berlaku tidak sopan dan bertingkah laku seperti orang yang tidak beragama. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Pergi!!” Guru Samir memotong dengan marah. Matanya melotot dan wajahnya merah padam. (MR: 67)

Selanjutnya, kepribadian Guru Samir ialah suka mengumbar janji, berbohong, dan suka mencabuli anak gadis di bawah umur. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Menikahi kamu? Istri saya sudah cukup, ada empat. Saya tidak bisa menambah istri lagi,” Guru Samir mengangkat jarinya. Ia mengedarkan pandangan ke semua orang, menatap mereka dengan tajam. Di antara keramaian itu, tampak ngadis di bawah umur yang dicabuli Guru Samir di rumah tirakat. Ada rasa takut yang tergambar di wajah gadis itu dan, perlahan-lahan, ia memegang perutnya.” (MR: 100)


d. Bu Winangun
Tokoh Bu Winangun digambarkan sebagai seorang yang penyayang dan perhatian kepada anak semata wayangnya. Bu Winangun adalah orang yang penyabar dan tenang. Selain penyayang kepada anaknya, dia juga sayang kepada suaminya. Hal yang dapat memperkuat alasan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Tangan lembut Bu Winangun mengusap lengan suaminya. Ia tahu suaminya merasa bersalah dan hancur melihat kondisi anaknya… “ (MR: 8)

“Dari kejauhan, ibunya menatap tak henti-henti. Tak tega melihat selang-selang meniti tubuh anaknya. Kedua tangan wanita itu terangkat menutupi wajahnya. Andai saja mereka tidak terlalu keras kepada Rianti, andai… “ (MR: 10—11)

e. Ki Baihaqi
Tokoh Ki Baihaqi yang digambarkan pada novel Mengaku Rasul ialah seorangtua yang bertongkat dan bercambang lebat serta memakai kacamata besar yang menutupi wajahnya. Kemudian, memakai jubah putih dan berjalan membungkuk. Hal ini terlihat pada kutipan dibawah ini.
“Di sebelahnya, ada Ki Baihaqi yang bercambang lebat dan berkacamata besar hingga nyaris menutupi wajahnya. Wajahnya dikerudungi jubah putihnya. Ia berjalan terbungkuk karena pinggangnya tak lagi prima. Sebuah tongkat besar dengan setia membantunya berjalan” (MR: 30)

Di samping itu, kepribadian Ki Baihaqi kebalikan dari Guru Samir. Ki Baihaqi orang yang tenang dan sabar. Rela berkorban demi saudara kembarnya. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Guru Samir tergeletak di lantai. Mulutnya terkatup rapat menahan kesakitan. Air mata mengalir deras di pipinya. Kemudin Ki Baihaqi kaluar dari dalam gedung utama. Raut wajahnya tenang, sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan. Dia menatap Guru Samir, lalu beralih ke murid-murid padepokan.” (MR: 104)

f. Bapak Winangun
Tokoh Bapak Winangun digambarkan Ollie sebagai orang yang keras sama anak, tidak suka dengan hal-hal yang aneh, sangat sayang sama anaknya (Rianti), serta pemarah. Hal tersebut tergambar dalam kutipan di bawah ini.
“Justru itu Bu. Dari sekarang, kita cegah Rianti jangan sampai berjodoh sama anak sundal itu. Semua nggak bisa dipasrahkan begitu saja, kan? Apa jadinya nanti anak kita kalo bergaul sama pemuda yang hidungnya nggak keruan-keruan begitu. Tatoan, pake anting,” bapaknya balas menyebut semua “dosa” Ajie dengan lancar, seperti sudah terpatri dalam benaknya.” (MR: 11)

“Sayup-sayup ia mendengar ibunya berusaha menenangkan Bapaknya yang sedang marah itu. Rianti tahu, ini masih topik yang sama, tentang hubungannya dengan Ajie.” (MR: 11)

g. Widya
Tokoh Widya digambarkan sebagai seorang yang berpenampilan seksi dan memakai pakaian terbuka. Tokoh Widya terkesan sebagai wanita nakal. Ini terlihat pada kutipan di bawah ini.
Seorang perempuan cantik berambut panjang, dengan celana superpendek yang seksi, bersandar di tembok. Ia memperhatikan Ajie sambil membolak-balik halaman majalah perempuan dengan malas. Wajahnya merengut, sedikit bete karena tidak dipedulikan Ajie sejak tadi.” (MR: 18)

Selain berpenampilan yang serba minim, Widya juga digambarkan berkarakter manja, dan agresif. Ia memiliki pergaulan bebas terhadap laki-laki. Widya juga sebagai seorang yang tak punya malu, memaksakan kehendak, dan semua keinginannya harus ia capai dengan meminta bantuan orang lain. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Ayo dong Jie, temenin bentar kenapa sih?” perempuan bernama Widya itu mulai merengek. Ia ingin Ajie menemaninya untuk mencari makan malam.” (MR: 18)

“Melihat itu, Widya menjadi buas seperti buaya yang diberi daging. Ia langsung menerkam Ajie, memeluknya erat-erat dari belakang.” (MR: 19)

h. Ramli
Tokoh Ramli dalam penceritaan ini tidak terlalu banyak disinggung. Ramli hanya muncul pada saat konflik terjadi yaitu Guru Samir memotong tangannya sendiri. Namun, dapat dikatakan bahwa tokoh Ramli adalah orang yang baik hati dan sangat sayang kepada anak gadisnya. Ia melakukan apa saja agar anaknya terbebas dari segala fitnah. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Wajah Ramli makin memerah menahan marah. Perlahan-lahan, air matanya pun ikut menetes. Ia sekolahkan Marni ke padepokan itu agar anaknya dapat menjadi kebanggaan dan penolong keluarga. Kenapa jadi begini akhirnya?” (MR: 98)

i. Marni
Tokoh Marni adalah anak dari Ramli. Marni memiliki kepribadian yang mudah terpengaruh oleh kebohongan Guru Samir. Ia mudah diperdaya dan dijadikan korban oleh Guru Samir. Ia adalah salah satu gadis yang menjadi korban pencabulan Guru Samir. Hal tersebut terdapat pada kutipan di bawah ini.
“Guru Samir orang suci, bukan orang yang biadab, Pak! Dia berjanji akan menikahi Marni!” (MR: 97)

j. Saijah
Tokoh Saijah adalah istri pertama Guru Samir dan merupakan ibu dari Reihan. Saijah memiliki kepribadian yang sabar dan ikhlas. Selain itu, ia juga baik hati dan memang semua kerahasiaan yang ada pada Guru Samir dan Ki Baihaqi ada padanya. Ia tidak ingin akan banyak orang yang menjadi korban kebejatan Guru Samir. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Umi rela, umi ikhlas jika Abahmu menikah lagi dengan Rianti. Abahmu baru saja menceraikan Sundari.” (MR: 129)

“Rianti…, ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui…dan semoga ini bisa menolong kita semua” (MR: 128)

k. Reihan
Tokoh Reihan adalah anak tiri Guru Samir dan anak kandung dari Saijah. Tokoh Reihan tidak terlalu banyak diceritakan dalam novel ini. Karakter tokoh Reihan ialah baik, sabar, dan cepat akrab dengan orang lain. Seperti pada kutipan di bawah ini.
“Tenang Jie,…gimanapun juga, aku nggak akan biarkan perkawinan itu terjadi. Ummi pasti akan lebih sakit…” Reihan berusaha menenangkan Ajie.” (MR: 129)

(3) Latar
Latar yang digunakan dalam novel Mengaku Rasul ini ialah latar tempat dan latar waktu. Latar tempat dibagi menjadi delapan yaitu sawah, rumah sakit, kamar, studio musik Ajie, di dalam bus, rumah tirakat, padepokan, dan rumah Rianti. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Padi kering dan meranggas, tersebar dalam berpetak-petak sawah. Waduk yang sedianya mengairi sawah malah menumpahkan airnya di tempat yang salah.” (MR: 2)

“Tak beberapa lama, seorang dokter keluar dari ruang ICU. Pak Winangun dan Bu Winangun langsung mendekati dokter itu.” (MR: 8)

“Setelah dikecam untuk yang kesekian kalinya, Rianti tak tahan lagi, Di dalam kamarnya, diam-diam, Rainati memasukkan beberapa bajunya ke dalam koper kecil…” (MR: 15)

“Studio musik ini adalah tempat favorit Ajie dan teman-teman untuk berlatih.” (MR: 17)

“Rianti menyandarkan kepalanya ke kursi bus yang membawanya ke sebuah desa di pedalaman Jawa Barat.” (MR: 23)

“Di padepokan itu, murid laki-laki berjalan lau-lalang dengan gamis atau baju koko, sementara murid perempuannya menggunakan jilbab dan kerudung.” (MR: 29)

“Rumah tirakat bergelora dalam remang. Obor yang menerangi ruangan tampak sesekali bergoyang menjilat angin.” (MR: 44)

“Sudah seminggu lebih rumah mereka sunyi tanpa canda tawa Rianti. Anak mereka itu memutuskan untuk pergi, menjemput ketenangan hatinya sendiri.” (MR: 47)

Adapun latar waktu yang digunakan pada novel Mengaku Rasul ini ialah ketika kondisi pikiran Rianti yang sedang kacau masuk ke dalam sebuah padepokan dan tepat di saat ada orang yang mengaku Rasul Allah palsu di padepokan itu. Hal itu tercermin pada kutipan di bawah ini.
“Seumur hidup, Rianti tidak pernah merasakan pendidikan berbasis Islami seperti yang ada di padepokan itu. Oleh karena itu, Rianti sedikit khawatir memikirkan jiak ia tidak cocok hidup di padepokan itu. Namun, ia berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk yang melingkupi dirinya. Kalau artis saja bisa, kenapa ia tidak bisa? Rianti mantap untuk memulai hidup baru di padepokan itu, melupakan dunia, dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.” (MR: 24—25)

“Akulah pembawa peringatan dan akulah yang akan mengubahnya menjadi berita gembira. Akulah rasul yang akan meniupkan hujan. Menghancurkan dinding-dinding kepedihan dan merobohkan kesengsaran.” Guru Samir berteriak berapi-api, mencoba menembus keyakinan para anggota majelis dari titik terlemah mereka.” (MR: 3)

Dari kutipan di atas telah jelas diperlihatkan latar waktu yang digunakan pengarang seperti yang telah diuraikan di atas.

(4) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang ialah sudut pandang ketiga serba tahu yang ditandai dengan kata ia dalam cerita ini. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang mengetahui semua karakter yang diperankan oleh beberapa tokoh dalam cerita ini. Dalam gaya penceritaannya, pengarang tidak hanya memfokuskan hanya satu tokoh saja, akan tetapi pengarang juga memfokuskan pada tokoh lain selain tokoh utama. Berikut kutipan yang mewakili pernyataan tersebut.
“Setelah beberapa lama, Rianti merasa lapar sehingga ia memutuskan untuk berhenti dan makan di sebuah restoran.” (MR: 23)

“Mau tak mau, Ajie terpaksa mengikuti langkah Rianti, sementara Guru samir mengikuti mereka dengan sorot mata waspada. Ia merasa harus lebih berhati-hati dalam mengawasi kedua anak itu.” (MR: 67)

“Reihan terdiam. Ia ingin mengatakan lebih banyak kepada Ajie, tetapi sangat berat untuk memulainya.” (MR: 76)

(5) Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Mengaku Rasul ini ialah hiperbola, perumpamaan, dan personifikasi. Gaya bahasa hiperbola pada novel ini dapat dilihat pada beberapa kutipan di bawah ini.
“Guru Samir berkhutbah dengan cucuran keringat dan air mata.” (MR: 3)

“Para petani berlinang air mata. Kegagalan yang pahit setelah membanting tulang selama berbulan-bulan membuat mereka tak kuat menahan sakit.” (R: 3)

Sedangkan, gaya bahasa perumpamaan pada novel ini terlihat pada kutipan di bawah ini.
“Rianti dan Ajie persis seperti dua makhluk yang berlainan planet, yang tiba-tiba bertemu pada sebuah event yang telah diatur oleh mereka.” (MR: 12)

Kemudian, gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini ialah gaya bahasa personifikasi. Beberapa kutipan yang menguatkan pernyataan tersebut dapat dilihat di bawah ini.
“Api berjalan seperti sumbu ke arah laki-laki yang berdiri di mimbar.” (MR: 5)

“Obor yang menerangi ruangan tampak sesekali bergoyang menjilat angin.” (MR: 44)

“Di sekitar mereka, ilalang tumbuh dengan indah dan bergerak gemulai ditiup angin.” (MR: 60)

(6) Amanat
Pesan yang ingin disampaikan pengarang pada novel ini ialah:
a. Jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang baru ditemui, hendaknya melakukan sesuatu sesuai dengan dasar agama yang jelas.
b. Jangan bersifat sombong dan menganggap diri sendiri suci.
c. Jangan sering mengumbar janji dan tidak menepati janji.
d. Bahwa sesungguhnya Rasul terakhir itu adalah Muhammad saw, apabila ada yang mengatakan bahwa ia adalah Rasul, maka ia berdusta.
e. Sepandai-pandai tumpai melompat pasti akan terjatuh juga. Pun sepandai-pandai orang menyimpan rahasia pasti akan ketahuan juga.
f. Kejahatan pasti akan terbongkar.
g. Tidak semua orang yang terlihat di luarnya baik, namun di dalamnya juga baik. Tetapi, malah sebaliknya. Orang yang terlihat baik di luar belum tentu dalam hatinya baik. Pun begitu juga, orang yang penampilan luarnya tak sebaik yang dilihat, akan tetapi dalam hatinya sangat baik.

(7) Tema
Tema yang diangkat dalam novel Mengaku Rasul ini ialah “Kejahatan yang ditutup-tutupi dengan serapat-rapatnya suatu hari pasti akan terbongkar juga.”

4. Analisis terhadap Novel Mengaku Rasul
Penggambaran nilai-nilai moral yang diungkapkan Ollie terlihat ketika adanya perbedaan kebiasaan antara lingkungan liar dan lingkungan beragama. Hal ini terlihat ketika pengarang mengungkapkan adat kebiasaan yang terdapat pada lingkungan liar seperti pada segi berpakaian dan berbagai pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Di kehidupan liar, cendrung lebih vulgar bila dibanding dengan kehidupan ruang lingkup agama walaupun dalam padepokan yang memiliki ajaran sesat. Sedangkan, pada kehidupan agama yang memakai pakaian yang sopan dengan menggunakan kerudung bagi perempuan dan baju koko serta peci bagi laki-laki.
Segi pelukisan tokoh, secara tersirat pengarang mengungkapkan dengan bahasa yang lugas dan mudah dicerna oleh pembaca. Meskipun dengan ketersiratan itu, pengarang secara gamblang menyebut beberapa karakter tokoh dengan sedikit menyinggung perwatakan serta kepribadian tokoh. Selain penggambaran yang bersinggungan dengan karakter tokoh, dalam novel ini kebanyakan terdapat dialog dan sedikit sekali pendeskripsian latar dan perwatakan. Deskripsi latar terutama karakter tokoh hanya ada di awal pembuka bab saja. Penjelasan yang diungkap cendrung kurang melukiskan keadaan tokoh pada saat terjadi sesuatu kejadian terutama pada tokoh yang bersangkutan.
Keminoritasan pendeskripsian terhadap keadaan latar serta karakter tokoh, juga mengakibatkan minimnya gaya bahasa yang dipakai. Gaya bahasa yang digunakan pada novel ini ialah hiperbola, perumpamaan, dan personifikasi. Pengarang sepertinya kurang memakai gaya bahasa yang lebih ispiratif dan berimajinasi. Hal ini juga disebabkan oleh bahasa lugas yang dipakai. Bahasa yang digunakan memang terkesan sederhana sekali, sehingga pembaca kurang berimajinasi dalam membaca novel ini.
Di samping itu, tema yang diangkat oleh pengarang sangat menarik. Tema yang disuguhkan ialah kejahatan yang ditutup-tutupi dengan serapat-rapatnya suatu hari pasti akan terbongkar juga. Pengarang terkesan imajinatif dalam memilih tema karangannya. Hal ini karena, tema yang diangkat mengenai permasalahan di bidang keagamaan terutama ruang lingkup agama Islam yang sekarang sedang marak-maraknya terjadi. Pemilihan tema seperti inilah yang cendrung membuat pengarang menjadi inovatif dan kreatif. Hal ini didasarkan atas kepedulian pengarang terhadap permasalahan yang ada pada kehidupan nyata seperti sekarang.
Novel Mengaku Rasul yang diadaptasi dari film dengan judul yang sama menggunakan gaya penceritaan alur yang sama pula. Adaptasi karya Ollie ini apabila dibandingkan dengan film asli dapat dikatakan kurang adanya kekreatifitasan. Setelah membaca dan menonton film asli karya Taufik Daraming Tahir dan Helfi Kardit hampir sama persis dengan aslinya. Ini terlihat banyaknya dialog yang diungkap oleh Ollie dalam novelnya ini.

5. Penilaian terhadap Novel Mengaku Rasul
Novel cetakan pertama ini memberikan pelajaran bagi pembaca dan terkhususnya bagi umat muslim. Kesederhanaan novel Mengaku Rasul ini sesungguhnya mengajarkan kita bahwa tidak terpengaruh pada konspirasi iblis yang mengaku Rasul utusan Allah swt. Sebuah realita kehidupan yang mungkin dan memang akan terjadi baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Tidak dapat dipungkiri oleh siapa saja kecuali bagi Sang Maha segalanya yang berkehendak.
Secara tidak langsung, dengan mengkisahkan seorang Rianti sebagai tokoh utama yang akhirnya menjadi sebuah penyelesaian masalah, membimbing pembaca bahwa perempuan tidak selamanya lemah. Ketidakberdayaan Rianti tatkala dihadapkan dengan berbagai kejadian yang membuat dirinya terpengaruh sehingga menjadi seorang yang berani menumpas segala rahasia kejahatan. Semestinya, peranan perempuan tidak hanya pada ketidakberdayaan saja, akan tetapi dapat menjadi buas dan berbahaya tatlaka semula yang ia yakini benar namun semuanya palsu.
Selain bersandarkan dengan kehidupan nyata, novel bejumlah 140 halaman ini merupakan sebuah keprihatinan terkikisnya akidah umat muslim saat ini. Ketertarikan pengarang dengan tema yang diangkatnya ini merupakan sebuah kepeduliannya terhadap umat muslim. Kehati-hatian yang diungkapnya ini merupakan amanat yang patut kita ambil hikmahnya. Tidak harus melihat pada bentuk secara konkret tetapi secara sadar memikirkan permasalahan ini dalam kehidupan nyata seperti sekarang.

6. Kesimpulan
Dari beberapa proses kritik di atas dapat disimpulkan bahwa novel Mengaku Rasul ini layak untuk dijadikan bahan bacaan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia pendidikan agama. Hal itu dilatarbelakangi pemaparan isi novel ini yang banyak memberikan nilai edukatif religion. Akhirnya, diharapkan dengan membaca novel ini memberikan sebuah sisi positif mengenai penipuan agama terutama mengaku rasul terakhir. Novel ini mengajarkan kepada kita untuk tidak terpengaruh dan percaya kepada hal-hal yang dapat merusak akidah agama. Ini bahwa sesungguhnya tidak semua orang yang terlihat di luarnya baik, namun di dalamnya juga baik. Tetapi, malah sealiknya. Orang yang terlihat baik di luar belum tentu dalam hatinya baik. Pun begitu juga, orang yang penampilan luarnya tak sebaik yang dilihat, akan tetapi dalam hatinya sangat baik.

Daftar Pustaka
Mukmin, Suhardi. 2008. Teori dan Aplikasi Semiotika. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Ollie. 2008. Mengaku Rasul. Jakarta: Gagasmedia.
Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Pengarang Modern sebagai Manusia Perbatasan. Jakarta: Balai Pustaka.

Minggu, 17 April 2011

Ya Rabb, salahkah aku memikirkan hal ini
salahkah aku bila terpikirkan hal ini
karena aku tahu Ya Allah, ini pasti
tapi kenapa, kenapa pikiranku seperti halnya dengannya
apa ini rencanaMu
apa sebenarnya di balik semua rencanaMu ini
aku takut Ya Allah
sungguh aku takut
aku takut sekali

kemana nanti tempatku curhat??????
aku takut sekali ya Allah>>>>>>>>>>

Selasa, 05 April 2011

Kenanga Kenangan

Duduk di tengah tangga
Dengan senyuman menyibak di permukaan wajahmu
terlihat semampai, tiggi besar
membawa bunga kenanga setangkai
mengepit di pangkuanmu
senyum-senyum

Tapi senyum takut...

kemudian hilang, bunga itu..
di tangga belakangmu
tapi kemana?

Senyummu, senyum kenanga
Kenanga dikulum
hanya kenangan..

Mbah Madura yang Sebatang Kara

Sriwijaya Post - Minggu, 20 Maret 2011 14:12 WIB
DI usia senja, Mbah Madura harus hidup dalam kesendirian alias sebatang kara. Cicit satu-satunya yang ia punyai kini tak tahu entah kemana karena dibawa cucu menantunya.
Ia hidup sendiri di gubuk reot berukuran 3x6 meter dikawasan RT 02 Kelurahan Timbangan Kecamatan Indralaya Utara Ogan Ilir (OI). Hanya kebaikan tetangga yang membuatnya bertahan hidup.
Namun sejak tiga bulan lalu, Mbah Madura sudah sulit berjalan karena sakit. Setiap hari makannya dari pemberian tetangga dan anak-anak remaja Masjid Ghouzail Al Ajmi Al Barok (GA) Nusantara.
Anak-anak ikatan remaja masjid secara sokongan dan bergantian membelikannya nasi bungkus. Terkadang Pak Martin (47), tetangga Mbah Madura menjenguk juga mengambil air atau sekedar memberi makan ala kadarnya. Padahal Pak Martin juga hidup dalam kesusahan.
Sripo yang mengunjungi kediaman Mbah Madura, Sabtu (19/3), miris melihat kehidupan Mbah Madura ini. Gubuk yang ditempati Mbah Madura adalah buatan Pak Martin di tanah milik orang lain.
Hampir tidak ada harta yang dimiliki Mbah Madura ini, kecuali beberapa buah piring, sendok dan ember cat untuk menampung air serta kasur dan kelambu yang sudah kumal.
Menurut Pak Martin, gubuk yang ditempati Mbah Madura dibangun olehnya dari papan bekas karena Pak Martin bekerja sebagai tukang bangunan, jadi ada sisa-sia papan dikumpulnya.
Setahu Pak Martin, Mbah Madura bukan nama sebenarnya. Tetapi Martin sendiri tidak ingat nama orang tua yang berusia sekitar 70 tahun lebih itu.
Dulu ia dan almarhum suaminya adalah transmigran di Banyuasin. Oleh karena tidak berhasil lalu pindah menetap di tanah kosong milik orang di kawasan Pasar Empe Mariana Banyuasin tahun 1995.
“Ketika itu dia masih punya suami dan anak perempuan. Saya tahu karena aku juga pernah tinggal di Pasar Empe, makanya aku tidak nyangka bisa bertemu lagi di sini (OI, red),” ujar Martin.
Suarmi Mbah Madura ini meninggal dunia di Mariana dan anak gadisnya menikah tetapi kemudian meninggal dunia.
“Tetapi ada cucunya perempuan yang menikah dengan orang bernama Yanto. Cucunya juga meninggal dunia dan meninggalkan anak perempuan,” jelas Martin sembari menyebut keberadaan cicitnya tak diketahui.
Untungnya, lanjut Martin, anak-anak IRMA banyak yang peduli dan memberikan makan Mbah Madura sehingga meringankan tugasnya.
Pak Martin mengakui warga sekitar kurang memperdulikan mbah Madura ini. Padahal dulunya Mbah Madura menjadi tukang pijit dan urut di lingkungan tinggalnya.
Mbah Madura saat ditanyai enggan berkomentar. Meski masih lancar bicara, tetapi jawaban yang diberikannya sekenanya saja.
Ketika ditanya soal suaminya, katanya tidak usah diungkit lagi. Menurutnya, suaminya bernama pendekar.
Ia mengaku masih memiliki keluarga di Banyuwangi, Pulau Jawa. Hanya saja dirinya tidak mau bertemu dengan keluarganya karena menyakitkan hati bagi dirinya.
Andri, penasehat IRMA Ghouzail didampingi Ketua IRMA, Hadi Julianto dan Sapta, mengakui mjlereka sudah tiga bulan ini memberikan makan mbah Madura secara bergantian.
“Kami sokongan dan bergilir, kadang aku yang belikan nasi kadang anggota IRMA lainnya,” jelas Andri sambil menyuapi Mbah Madura. (tarso)
Wahai saudariku muslimah, wanita adalah kunci kebaikan suatu umat. Wanita bagaikan batu bata, ia adalah pembangun generasi manusia. Maka jika kaum wanita baik, maka baiklah suatu generasi. Namun sebaliknya, jika kaum wanita itu rusak, maka akan rusak pulalah generasi tersebut.
Maka, engkaulah wahai saudariku… engkaulah pengemban amanah pembangun generasi umat ini. Jadilah engkau wanita muslimah yang sejati, wanita yang senantiasa menjaga kehormatannya. Yang menjunjung tinggi hak Rabb-nya. Yang setia menjalankan sunnah rasul-Nya.
Wanita Berbeda Dengan Laki-Laki
Allah berfirman,
وَمَاخَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلاَّلِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)
Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan memiliki kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Dalam beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa menggantikan yang lain.
Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah tertentu, memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri, tabiat, dan kondisi masing-masing.
Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik dalam bentuk penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.
Allah berfirman,
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى
“Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)
Karena perbedaan ini, maka Allah mengkhususkan beberapa hukum syar’i bagi kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan bentuk dasar, keahlian dan kemampuannya masing-masing. Allah memberikan hukum-hukum yang menjadi keistimewaan bagi kaum laki-laki, diantaranya bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, kenabian dan kerasulan hanya diberikan kepada kaum laki-laki dan bukan kepada perempuan, laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari bagian perempuan dalam hal warisan, dan lain-lain. Sebaliknya, Islam telah memuliakan wanita dengan memerintahkan wanita untuk tetap tinggal dalam rumahnya, serta merawat suami dan anak-anaknya.
Mujahid meriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai Rasulullah, mengapa kaum laki-laki bisa pergi ke medan perang sedang kami tidak, dan kamipun hanya mendapatkan warisan setengah bagian laki-laki?” Maka turunlah ayat yang artinya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah…” (Qs. An-Nisaa’: 32)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari, Imam Ahmad, Al-Hakim, dan lain sebagainya)
Saudariku, maka hendaklah kita mengimani apa yang Allah takdirkan, bahwa laki-laki dan perempuan berbeda. Yakinlah, di balik perbedaan ini ada hikmah yang sangat besar, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Mari Menjaga Kehormatan Dengan Berhijab
Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita muslimah. Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini sebagaimana tercantum dalam firman Allah Ta’ala:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)
Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu. Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir, sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat:
“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)
“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”
Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman sahabiah.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hijab merupakan kewajiban atas diri seorang muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah Alloh yang satu ini.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36)
Mengenakan hijab syar’i mempunyai banyak keutamaan, diantaranya:
1. Menjaga kehormatan.
2. Membersihkan hati.
3. Melahirkan akhlaq yang mulia.
4. Tanda kesucian.
5. Menjaga rasa malu.
6. Mencegah dari keinginan dan hasrat syaithoniah.
7. Menjaga ghirah.
8. Dan lain-lain. Adapun untuk rincian tentang hijab dapat dilihat pada artikel-artikel sebelumnya.
Kembalilah ke Rumahmu
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ
“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)
Islam telah memuliakan kaum wanita dengan memerintahkan mereka untuk tetap tinggal dalam rumahnya. Ini merupakan ketentuan yang telah Allah syari’atkan. Oleh karena itu, Allah membebaskan kaum wanita dari beberapa kewajiban syari’at yang di lain sisi diwajibkan kepada kaum laki-laki, diantaranya:
1. Digugurkan baginya kewajiban menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah.
2. Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi wanita disyaratkan dengan mahram yang menyertainya.
3. Wanita tidak berkewajiban berjihad.
Sedangkan keluarnya mereka dari rumah adalah rukhshah (keringanan) yang diberikan karena kebutuhan dan darurat. Maka, hendaklah wanita muslimah tidak sering-sering keluar rumah, apalagi dengan berhias atau memakai wangi-wangian sebagaimana halnya kebiasaan wanita-wanita jahiliyah.
Perintah untuk tetap berada di rumah merupakan hijab bagi kaum wanita dari menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram dan dari ihtilat. Apabila wanita menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram maka ia wajib mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasannya. Dengan menjaga hal ini, maka akan terwujud berbagai tujuan syari’at, yaitu:
1. Terpeliharanya apa yang menjadi tuntunan fitrah dan kondisi manusia berupa pembagian yang adil diantara hamba-hamba-Nya yaitu kaum wanita memegang urusan rumah tangga sedangkan laki-laki menangani pekerjaan di luar rumah.
2. Terpeliharanya tujuan syari’at bahwa masyarakat islami adalah masyarakat yang tidak bercampur baur. Kaum wanita memiliki komunitas khusus yaitu di dalam rumah sedang kaum laki-laki memiliki komunitas tersendiri, yaitu di luar rumah.
3. Memfokuskan kaum wanita untuk melaksanakan kewajibannya dalam rumah tangga dan mendidik generasi mendatang.
Islam adalah agama fitrah, dimana kemaslahatan umum seiring dengan fitrah manusia dan kebahagiaannya. Jadi, Islam tidak memperbolehkan bagi kaum wanita untuk bekerja kecuali sesuai dengan fitrah, tabiat, dan sifat kewanitaannya. Sebab, seorang perempuan adalah seorang istri yang mengemban tugas mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus rumah, merawat anak, mendidik generasi umat di madrasah mereka yang pertama, yaitu: ‘Rumah’.
Bahaya Tabarruj Model Jahiliyah
Bersolek merupakan fitrah bagi wanita pada umumnya. Jika bersolek di depan suami, orang tua atau teman-teman sesama wanita maka hal ini tidak mengapa. Namun, wanita sekarang umumnya bersolek dan menampakkan sebagian anggota tubuh serta perhiasan di tempat-tempat umum. Padahal di tempat-tempat umum banyak terdapat laki-laki non mahram yang akan memperhatikan mereka dan keindahan yang ditampakkannya. Seperti itulah yang disebut dengan tabarruj model jahiliyah.
Di zaman sekarang, tabarruj model ini merupakan hal yang sudah dianggap biasa, padahal Allah dan Rasul-Nya mengharamkan yang demikian.
Allah berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium aromanya. Sesungguhnya aroma jannah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Bentuk-bentuk tabarruj model jahiliyah diantaranya:
1. Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki non mahram.
2. Menampakkan perhiasannya,baik semua atau sebagian.
3. Berjalan dengan dibuat-buat.
4. Mendayu-dayu dalam berbicara terhadap laki-laki non mahram.
5. Menghentak-hentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi.
Pernikahan, Mahkota Kaum Wanita
Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul serta jalan hidup orang-orang mukmin. Menikah merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nuur: 32)
Pernikahan merupakan sarana untuk menjaga kesucian dan kehormatan baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, menikah dapat menentramkan hati dan mencegah diri dari dosa (zina). Hendaknya menikah diniatkan karena mengikuti sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjaga agama serta kehormatannya.
Tidak sepantasnya bagi wanita mukminah bercita-cita untuk hidup membujang. Membujang dapat menyebabkan hati senantiasa gelisah, terjerumus dalam banyak dosa, dan menyebabkan terjatuh dalam kehinaan.
Kemaslahatan-kemaslahatan pernikahan:
1. Menjaga keturunan dan kelangsungan hidup manusia.
2. Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
3. Memberikan ketentraman bagi dua insan. Ada yang dilindungi dan melindungi. Serta memunculkan kasih sayang bagi keduanya.
Demikianlah beberapa perkara yang harus diperhatikan oleh setiap muslimah agar dirinya tidak terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan dan tidak menjerumuskan orang lain ke dalam dosa dan kemaksiatan.
Wallahu A’lam.